Kamis, 11 Desember 2008

PERANG TARIF SELULER DI INDONESIA

Oleh : Muhammad Noor Arief

Saat ini di Indonesia kian marak yang menggunakan media handphone sebagai sarana komunikasi bahkan sekarang ini handphone saat ini bukan saja untuk berhubungan secara langsung akan tetapi handphone tersebut sudah menjadi lifestyle di kalangan masyarakat baik dari lapisan masyarakat dari lapisan elit sampai pembantu rumah tangga dari kota besar ataupun pelosok-pelosok di seluruh Indonesia.
Hal yang demikian itu membuat para pebisnis kartu seluler tengah berupaya untuk berlomba-lomba dalam merauk keuntungan konsuman, apalagi dengan maraknya iklan kartu seluler yang banyak bermunculan baik di media elektronik (TV dan Radio), media cetak (surat kabar, tabloid dan majalah), bahkan sampai media internet pun iklan tersebut juga sering sekali terpampang.
Peranan iklan sangat besar sebagai media sosialisasi untuk meluncurkan produk baru maupun fasilitas atau layanan baru yang dipromosikan. Melalui iklan kita melihat persaingan yang semakin ketat antara operator seluler dalam menarik konsumen supaya tertarik untuk menggunakan produknya. Bahkan dalam beberapa media kita saksikan perang harga untuk menarik pelanggan dilakukan oleh berbagai operator. Selain itu dalam hal ini juga banyak sekali kompetisi yang tidak sehat dalam pengiklanan layanan selular melalui iklan yang ditayangkan media berupaya menjelek-jelekan produk lainnya,disamping juga tindakan kebohongan pada publik dengan hanya bisa mengungkapkan dengan iklan saja akan tetapi kenyataan dilapangan tidak sebaik dalam tampilan iklan (azzampasha.blog friendster.com).
Dalam proses pemasarannya gencarnya tarif hemat banyak disuguhkan perusahaan operator selular mulai dari telpon murah, SMS murah, sampai video call murah, semuanya untuk menarik perhatian konsumen khususnya kalangan muda seperti kita (radarbanten.com). Akan tetapi para operator penyedia layanan jasa seluler menghadapi kesulitan di dalam mengembangkan bisnis layanan mereka ketika pasar sangat dinamis, di mana karakter konsumen sebagai pengguna layanan adalah dengan cepat dan mudah beralih ke penyedia layanan lainnya. Oleh karenanya, para operator layanan seluler harus melakukan tindakan dan inisiatif dalam berbagai cara melalui inovasi- inovasi yang dihasilkan sebagai fokus utama dalam layanan untuk dapat mempertahankan keberadaannya di pasar yang sangat kompetitif dewasa ini.
Bayangkan saja XL Bebas dengan tarif Rp 1/detik yang katanya tak kebanyakan syarat dan berlaku se-Indonesia, ternyata ada segudang syarat yang bikin pelanggan terjebak. Ini semua tak diperlihatkan di media TV atau poster. Syarat-syarat ini hanya dapat dilihat di website XL. Pelanggan yang hanya terpacu pada iklan di TV, akan merasa terjebak. Memang benar, saya akui nelpon dari XL bebas ke operator lain memang termurah. Tapi, ternyata dimenit sekian tiba-tiba koneksi terputus. Jadi, masih ada rasa tidak ikhlas memberi tarif termurah. Setelah simPATI mengeluarkan PeDe, XL kembali menawarkan Rp 0,1/detik setelah pembicaraan 2,5 menit.
Kemudian dari Indosat MENTARI yang kurang sukses dengan si 0 karena diledek XLakhirnya Tarif GPRS Mentari turun menjadi Rp 1/kbytes. Tapi sayang, untuk melakukan aktivitas panggilan masih dirasa mahal dan terkadang untuk menelpon ke no sesama operator meskipun sudah diinput dengan benar, sering salah sambung ke nomor lain dan percakapan kadang berlangsung 1 menit tetapi pulsa masih utuh alias tidak berkurang sama sekali. Memang sangat menguntungkan bisa menelpon gratis 1 menit, namun sering kali dalam melakukan panggilan salah sambung ke nomor orang lain yang tidak dikenal.
Kartu 3 dengan tarif Rp 1/menit selama 60 detik sehari dengan hanya mengisi ulang Rp 10.000, dapat menikmati tarif murah ini.esia juga tidak mau ketinggalan meledek XL bebas, simPATI, MENTARI dan 3. Kini hadir lagi CDMA SMART yang berawalan 0881 dan bisa dipakai diluar kota yang juga menawarkan telepon gratis. Kemudian CDMA fren yang berawalan 0888 (mobile-8) seluler dengan pilihan cerdas. Ada lagi CDMA Ceria. Indosat juga mengeluarkan kartu STAR ONE dengan program ngorbit-nya (ngobrol irit Rp 25.000/bulan). Dari segi pasca bayar ada juga Kartu HALO, MATRIX dan Xplor dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing.(turwahyudin.files.wordpress.com).
Terjadinya perang tariff itu seolah-olah sudah menjadi hal yang tidak tabu dalam masyarakat. Memang benar pada awalnya perang tariff ini dirasa sangat wajar-wajar saja, namun belakangan ini perang tariff ini sampai menembus angka dibawah satu rupiah. Hal ini seperti yang terjadi pada tariff XL yang turun menjadi Rp.0,1,-/detik kemudian IM3 juga turun menjadi Rp.0,01,-/detik bahkan sampai angka Rp.0,0000001,-/detiknya. Apalagi jika terjadi pada saat menjelang puasa, lebaran dan tahun baru operator seluler lebih sering lagi untuk berlomba-lomba untuk bersaing dalam memberikan bonus bagi para konsumen, seperti tariff mudik dan lain sebagainya ( infopulsa.com).
Kita sendiripun sebagai konsumen juga merasa bingung untuk memilih kartu seluler yang akan kita gunakan untuk keperluan kita sehari-hari karena jika kita lihat lama-kelamaan operator selalu menyediakan layanan yang baru tiap kali penayangan iklannya. Tidak hanya dari layanan yang baru saja para pengiklan juga sering menghadirkan daya kreatifitas dari pada penayangan iklan yang masing-masing memiliki daya pikat sehingga menarik para konsumen untuk bertahan di produknya atau menambah konsumen sebagai anggota selulernya.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melihat tarif telekomunikasi yang diberikan oleh operator kepada masyarakat saat ini belum merupakan perang tariff meskipun saat ini sudah sering diputar di berbagai media mengenai promo tariff murah. Maraknya iklan yang sering termuat di berbagai media menurut mereka hanyalah sekedar promosi marketing karena melihat pada April mendatang pemerintah sudah menetapkan pemberlakuan skema tarif interkoneksi yang mana tariff tersebut akan turun atau tidak.
Senada dengan BRTI menurut pendapat Presiden Direktur PT Excelcomindo Pratama Hasnul Suhaimi dan Group Head Brand Marketing Indosat Teguh Prasetya mengatakan tarif seluler saat ini belum merupakan perang tarif akan tetapi hanya perang marketing. Dia mengatakan rata-rata kapasitas jaringan yang terpakai dari jaringan eksisting sekitar 50 persen, sehingga operator berusaha meningkatkan penggunaan kapasitas jaringan dengan menurunkan tariff dan pihaknya tengah berusaha untuk menurunkan tarifnya sampai yang semurah-murahnya untuk kepuasan pelanggannya (antara news.com).
Fenomena maraknya iklan kartu seluler ini meskipun dikatakan sebagai promosi marketing pada dasarnya tetap merupakan perang tarif seluler antar operator karena melihat dari gejala dan fenomena yang kian marak terjadi di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar